Senin, 26 Desember 2011

URGENSI DAN MAKNA TILAWAH AL QURAN


URGENSI DAN MAKNA TILAWAH AL QURAN
Oleh Ade Hanapi Abu Raudha, S.Pd.I
Tanggung jawab seorang muslim berkaitan dengan al Quran yang paling pertama adalah membacanya, tentu karena al Quran berbahasa arab, maka seseorang dituntut untuk mampu membaca kata-demi kata, kalimat demi kalimat dalam bahasa arab atau ‘melek huruf’ al Quran. Membaca al Quran yang seperti ini merupakan pemaknaan dari bahasa aslinya yaitu tilawah al Quran. Isyarat pentingnya tilawah al Quran ditegaskan oleh al Quran itu sendiri yaitu pada QS. Al Baqarah : 121, QS. Fathir 29 dan beberapa ayat di tempat lainnya yang mengindikasikan pentingnya tilawah yang pada umumnya diawali dengan kata perintah atau pujian pada orang-orang yang melaksanakannya.
Kata tilawah merupakan bentuk ‘mashdar’ atau kata sifat yang terbentuk dari kata kerja dasar ‘talaa (kata kerja bentuk lampau/kkbl) - yatluu’ (kata kerja bentuk sekarang/kkbs). Dalam bentuk jamak berarti ‘talau’ atau ‘yatluuna’. Sedangkan dalam kata perintah biasanya di baca ‘utluu’ atau jika dahului wawu menjadi ‘watluu’.
Pada QS. Al Baqarah : 121 Allah swt berfirman :
                       ﭿ                  
Orang-orang yang Kami datangkan al-kitab kepadanya, mereka membacanya dengan sebenar-benar bacaan, merekalah yang beriman kepadanya dan barang siapa mengingkarinya maka mereka termasuk orang-orang merugi (QS Al Baqarah : 121)
Menurut ayat tersebut, bahwa mereka yang membaca kitab Allah, Al Quran dengan ‘haqqa tilawah’ yang menurut sebagian mufassir adalah maknanya membaca dengan sebenar-benar bacaan sebagaimana ketika ia diturunkannya (orisinalitas tertinggi) maka hal tersebut merupakan bukti keimanan kepada kitab tersebut. Jika tidak melakukannya maka termasuk mereka yang mengingkarinya dan menjadi orang-orang yang merugi dan binasa di akhirat nanti. Maka pemaknaan ayat tersebut mengindikasikan pentingnya setiap muslim untuk ‘tilawah al Quran’.
Adapun kata yang mengisyaratkan ‘membacanya’ pada ayat di atas yaitu ‘yatluunahu’ yang merupakan kata dasar dari ‘tilawah’ dalam bentuk jamak dari kkbs yang mengisyarakatkan perbuatan sedang, terus menerus atau berkesinambungan (rutin). Dengan demikian, tilawah al Quran harus dilakukan secara terus menerus, rutin dan berkesinambungan sebagaimana diisyaratkan oleh Rasulullah saw agar setiap muslim mampu mengkhatamkan bacaan al Quran pada setiap bulannya.
Makna Tilawah al Quran
Merujuk pada penggunaan kata dasarnya, tilawah pada awalnya bermakna ‘mengikuti’ sebagaimana dalam QS. Asysyams, Allah swt berfirman :
             
Demi matahari dan cahayanya di pagi hari, dan bulan apabila mengiringi(mengikuti)nya  (QS. Assyams: 1-2)
Sinonim kata pada bahasa arab untuk makna tilawah adalah ‘tabi’a-yatba’u yang artinya sama yaitu mengikuti. Mengapa maknanya menjadi membaca? Makna tilawah menjadi membaca memiliki filosofi tersendiri. Jika kembali kepada arti asal katanya maka maksudnya adalah sebagai berikut :
1.     Mengikuti setiap huruf-demi huruf dengan segala tuntutan kesempurnaannya sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah saw, ini berarti membaca itu haruslah dengan benar sesuai dengan orisinalitas bacaan yang dicontohkan oleh Rasulullah saw, dipraktikkan sahabatnya dan dipelihara oleh para pengikut sunnahnya yang setia.
2.    Mengikuti apa yang dibaca baik perintah dan larangan serta instruksi-instruksi keimanan dengan pengamalan dalam kehidupan sehari-hari sehingga nilai-nilai petunjuk al Quran menjadi aplikatif dalam kehidupan.
3.    Pengamalan tidak akan dapat tercapai kalau instruksi al Quran  tidak dipahami oleh karena itu bacaan petunjuk itu agar dapat aplikatif dalam kehidupan maka menuntut pemahaman.
Dengan demikian, makna tilawah bukan sekedar membaca tetapi membaca al Quran itu harus sempurna sesuai dengan contohnya (Tahsin), dipahami (Tafhim) dan diaplikasikan dalam kehidupan (Tabligh). Tentunya aktivitas ini harus dilaksanakan secara rutin, berkala dan berkesinambungan. Apabila cara seperti ini telah diaplikasikan oleh setiap muslim, maka mereka lah yang telah melaksanakan tilawah al Quran dalam pengertian yang sebenarnya. Wallahu a'lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar